Let the journey…begin!

Sumpah deh ini liburan sekaligus perjalanan yang paling membuatku norak sedunia. Udah kayak travelling virgin aja (those who never travel) pake counting down, nervous2, giggling2, panik2 dan yang paling gak nahan adalah survey nya itu lhoooo ngalah2in bikin skripsi deh. Padahal ini cuma beberapa hari. (halah alesan, mami berangkat sendiri juga bisak). Perasaan dulu mau pindah ke negeri orang ga pake ribet2 gini deh ….(masa2 jahiliyah ga kenal internet)

Mulai dari yang penting2 kayak survey harga tiket, hotel, visa, climate, airport, how to get around. Yang setengah penting kayak tour packages, convenient store, harga2 (mulai dari popok sampe baterei), recommended eatery, persewaan hape. Sampe yang trivial kayak summer sale, event and festival of the month, concert and exhibition, taman yang paling oke (yang ada bunga2nya, ada playground dan sungainya), aneka pasar (pasar ikan asin, pasar second hand, pasar handicraft), masjid yang gede, halal store, museum yang cocok untuk tiap orang (museum art and craft, museum world cup sampe museum water treatment), what to buy, mall terdekat (stroller rental di lantai berapa, food court di lantai berapa), dimana beli barang2 lucu (baju, cetakan kue, coklat, manik2, lukisan, tea set), celebrity spotting, setting2 filem, tempat2 seru di airport, tempat2 seru di deket hotel, tempat2 seru di deket congres venue bahkan sampai websitenya kelurahan setempat (infonya lengkap banget nget).

Ah mungkin karena aku sudah pada titik jenuh (bok! rekor lho eke 2 tahun di rumah aja ga kemana2) I’m in desperate need of holiday. Jadi begitu ada ‘tawaran’ ikut mami kongres ke Seoul jadi kayak angin segaaarrrrrr. Terus entah kenapa tujuanya itu terdengar eksotis gitu. Tapi yang pasti sih karena ini pertama kali ke negri orang bawa bayi, beuh ndrodog pol. Kayaknya baru kali ini aku nggak travelling-light, untuk Mozi sendiri aja 1 koper gede dan 2 tas (mulai dari rice cooker sampe mainan helicopter), bapak ibunya sih cukup sekresek aja. Tapi dibalik repot2nya itu kayaknya ini bakal jadi liburanku yang paling ‘niat’ deh, pokoknya jauh2 dari standar backpacker seperti biasanya. Semua dibuat senyaman mungkin buat si kecil, yang artinya emaknya kecipratan enak juga 😀 Yippie.

Ya suds lah, by the time you read this I’d be on my way to the airport. Expect my extensive report. Be overwhelmed!

Happy Summer!

 

Tentang ‘Troubleshooting’

Aku percaya ngga ada satu rumus jitu untuk sebuah relationship atau pernikahan yang sehat (bukan sempurna). Ada yang bilang kuncinya kepercayaan, ada yang bilang jurusnya adala komunikasi, banyak yang bilang rahasianya adalah tidak pernah tidur sebelum masalah terpecahkan. Nah yang terakhir itu yang beda dalam kasusku.

Artes-artes atau selebritis yang suka diwawancarai di tipi atau di majalah sering mengungkapkan rahasia hubungan mereka yang awet adalah langsung menyelesaikan masalah  saat itu juga meskipu harus ada teriakan dan tangisan. Uhm….aku dan pasanganku nggak gitu. Nggak seperti orang kebanyakan, masa pacaran kami dipenuhi lebih banyak konfontasi daripada hepi2. Mungkin karena niatnya ‘mengenal pasangan luar dalam’ jadi kita masing2 ngotot jadi diri sendiri, sehingga muncul lah ketidakcocok-an dan ketidaksreg-an satu sama lain. Mulai dari kebiasaan makan sampe kebiasaan belanja. Mulai masalah rambut sampe masalah keluarga.

Kalo udah kayak gitu biasanya jadi emosional, yang satu mengkritik, yang lain memprotes dsb. Nah kalo udah sampe tahap itu kami memilih diam. Karena dari pengalaman, kalo ‘ngobrol’ pake emosi kita jadinya malah berantem ga jelas, mengeluarkan kata2 yang kemudian disesali, atau yang bahaya jadi ‘nyandak2’ alias mengungkit2 masalah lain. Wah bisa tambah gede tuh. Jadi kami setuju bahwa untuk menyelesaikan masalah, sebaiknya kami diam dulu. Menenangkan diri dan menganalisa duduk permasalahanya. Sukur2 bisa introspeksi dan menyusun kalimat yang lebih enak untuk diungkapkan ke pasangan.

Nah tahap diam ini kan ga mungkin satu dua menit. Apalagi kita (kok ya ndilalah) sering ditakdirkan untuk long-distance, jadi ya kadang troubleshooting tertunda sehari atau semalam. Tapi kalo udah sempet istirahat kan malah lebih seger tuh pikirannya, jadi alhamdulillah lebih smooth diskusinya. Bahkan mungkin mbahasnya sambil ketawa2 karena inget betapa konyolnya pertengkaran ga jelas kita tadi. Cara lain yang kita lakukan adalah dengan kata2 tertulis. Dengan mengungkapkan diri lewat tulisan kita jadi lebih bisa menganalisa dengan sistematis, pokok permasalahanya apa, yang harus diperbaiki apa aja, kedepannya gimana dst. Ini paling efektif kalo si bapake lagi ga bisa berkomunikasi selain lewat internet. Jadi email lah perantara kami.

Ya tapi itu kan situasi terkini, mungkin di kemudian hari seiring bertumbuhnya hubungan kita punya cara lain yang lebih efektif. Tapi kalo malah sebaliknya, kita jadi males membahas masalah kita saat itulah tulisan ini akan berguna untuk pengingat.

Krb07_078

 

 

 

One day I’m gonna be back!

Kalo liat beberapa koleksi bukuku tentang lukisan2 impresionis, beberapa kartupos bergambar lukisan Monet di dinding kamarku, dan kengototanku untuk mencari galeri yang memamerkan karya2 lukis indah, maka orang akan bisa menebak kalo aku ada ketertarikan dengan lukisan. Nggak terlalu knowledgable sampe hapal setiap lukisan dan memahami maknanya enggak, cuma aku sangat mengagumi dan menikmati lukisan2 yang cantik2 dan kadang2 susah dipahami itu. Begitu tahu ketertarikanku yang satu ini dan tahu kalo aku pernah sekolah di Amsterdam, orang otomatis akan berpikir aku langganan?? keluar masuk museum dan galeri disana yang notabene memamerkan maha karya2 terbesar dunia, termasuk lukisan2 idolaku. Kenyataannya? negatif. Dengan ini aku nyatakan aku NGGAK pernah masuk museumnya.

Nggak Rijksmuseum yang merupakan museum terlengkap dan terbesar disana, dimana karya asli Monet banyak dipajang. Nggak, meskipun lapangan belakangnya sudah seperti pelataranku sendiri, dimana aku nongkrong, bengong, makan roti, rendam2 kaki atau sekedar jemur. Karena memang letaknya strategis dan ga jauh dari tempat tinggalku. Sama halnya dengan Van Gogh museum, yang memamerkan karya seniman jenius yang merupakan seniman asli Belanda. Meskipun sehari hampir empat kali aku lewat di depannya untuk pulang dan pergi ke stasiun kereta. Bahkan aku tahu kapan jam paling rame dimana turis2 mengular di depan loketnya, dan kapan waktu sepinya. Setali tiga uang dengan Rembrandt House, rumah asli seniman impresionis lain; Rembrandt yang sangat dibanggakan warga Belanda dan yang biografinya sudah kubaca berulang kali di berbagai artikel dan buku. Bayangkan aja turis yang berkunjung cuma sehari aja pasti nyempetin kesana, sedangkan aku? aku punya 5×365 hari disana.

Semakin panjang daftarnya, semakin sesak rasanya di dada. Bisa dibayangkan gimana rasanya setiap aku baca/lihat tentang karya seni yang mengagumkan dan baru tau kalo ternyata karya aslinya hanya dipamerkan di Amsterdam. Semakin tertohok. Kalo orang lain ga habis pikir dengan fenomena ini, sejujurnya aku aku juga sama. Kalo sekarang ditanya ya nyesel banget. Sampe kadang aku pengen ngejitak Orit masa itu yang begitu bodohnya melewatkan hal2 hebat seperti itu. Tapi aku coba untuk kembali ke masa itu, dan melihat kembali dari kacamata Orit masa itu.

Yang pasti kembali ke masalah finansial, alias duit, alias fulus, alias saya kere. Untuk belanja sehari2 dan menyewa apartemen saja aku harus kerja 20hari seminggu. Untuk mengeluarkan 10-15 euro itu sama saja dengan menghabiskan uang belanja seminggu untuk sekali masuk museum yang gak bikin kenyang. Yeah, jatoh2nya ke perut lagi. Bayangin aja beras sekilo 5 euro, ayam2an dan sayur 10euro, apa bisa seminggu cuma makan sereal gandum doang demi masuk musium? Enggak. Bukan berarti aku tidak pernah berharap, bahkan aku selalu meyakinkan diri kalo "bulan depan kayaknya bisa nih kalo ada duit lebih". Tapi haya harapan hampa, kocek tandas setiap bulannya. Nasib anak perantauan. Nggak seperti beberapa anak yang beruntung, aku kebetulan dapet kerjaan yang bayaran ga terlalu tinggi. Jadi ya maklumlah

Lalu apa yang bisa mengalihkan perhatian dan pikiranku sehingga ga ngotot2 amat ke musium? Well pertama, karena aku ngerasa waktuku masih banyak. Nggak kayak turis, aku kan masih punya besok, besok dan besoknya lagi untuk ke sana (meskipun tetep ga kesampean). Kedua ya karena kehidupanku kan ga berkutat disitu aja, masih ada sekolah, temen2, hengot2, syoping2 yang harus dipikirin (ngapain dipikirin??). Dan ketiga adalah, I took them for granted, aku menganggap enteng. Kalo sekarang aja, disini, nyari buku untuk penikmat lukisan kan susaaaah banget, boro2 galeri yang bener2 bagus dan memamerkan masterpiece seniman dunia. Sekalinya ada, pasti deh aku belain. Nah disana? pating tlecek….kececeran dimana2. Poster di halte aja lukisan Monet, biografi Van Gogh banyak di keranjang obralan, bayar beberapa sen di toko buku aja dapet kartu pos dengan gambar lukisannya, belum lagi musium yang jaraknya cuma seglundungan aja dari depan rumahku. Ibaratnya kayak nyari batik di jogja deh, ga ada seninya, burakan, pasaran. Coba cari batik di Amsterdam, nah itu baru menantang. Mungkin itulah kenapa aku jadi ga ngoto2 banget pas itu. Dan sekarang setelah tau betapa berharganya kesempatan itu dan betapa karya2 itu dikagumi orang seluruh dunia……baru deh nyessssssssss-el.

Oh well, kalopun aku bisa kembali ke masa lalu juga ga akan berubah. Aku akan tetap kere dan bokek dan ga punya duit buat beli tiket masuk. Ya sudahlah, kalo emang jodoh pasti akan dikasih kesempatan lagi.Kalo enggak ya aku bilang aja "udah pernah" kalo ada yang nanya2 😀

post K-adventure

Tour de Museum and Gallery (SAC Gallery, Rodin Gallery, Waterwork Museum)

Tour de Alleyway (Baking street, petstreet, insadong)

Tour de Palace (Deoksugung, Namdaemun Gate, Gyeongbokgung)

Tour de Cheonggyecheon Stream (by day, by night)

Tour de Airport (KLIA and Incheon)

Koleksi Printil-printil

Ada seorang teman yang pinter bikin asesoris manik2. Suatu hari dia mengenakan salah satu hasil karyanya; mutiara warna krem dengan bandul2 ukiran perak yang lucu2 banget. Waktu ditanya beli dimana, dia dengan bangganya bilang kalo mutiaranya beli di Singapura, bandulnya ada yang beli di India, Vietnam dan Indonesia. WIh kok bisa beraneka ragam gitu? Ternyata saking hobinya sama manik2, setiap ke luar negeri dia pasti berburu toko perhiasan dan mengoleksi aneka manik2 yang unik. Wiiiihhhh lucu ya….Sama kayak temenku yang lain, dia hobi bikin scrapbook, alias kolase atau mirip2 kliping hias gitu deh. Dan dia punya tuh stiker2 lucu yang dia beli di berbagai negara, bahkan dia punya pemotong pita khusus dibeli di Amrik :o…..

Aku pengen deh punya koleksi mendunia yang menunjang hobiku. Lha tapi hobiku apa? Baca buku, ya beli aja buku dimana2 juga ada. Huh gak unik deh. Dulu ada temen kantor yang organize freak pol, mejanya ruapi, semua alat tulis dimasukkan kotak berdasarkan kategori, terus dikasih label, disusun berdasarkan urutan kebutuhannya. Wih nek aku yo males. Nggak aneh kalo dia paling kalap kalo masuk toko stationery. Sampai2 kalo dia ditugasi keluar negri dia sempet2in masuk toko stationary dan bawa pulang benda2 ajaib; klip bentuk beruang, post-it transparan, pulpen 7 warna. Aneh2 deh. Tapi seneng kalo denger ceritanya.

Kalo temen blog, ada lagi yang hobi/koleksinya bisa menunjang pemasukan rumah tangga hehe. Soalnya dia kan tukang jajan, bikin2 cupcake yang tema2 gitu deh. Topper nya itu lho yang ga biasa. Misal kalo temanya pantai, dia bikin cupcake dengan topper coklat bentuk sendal jepit, pohon kelapa bahkan bikini. Kalo fondant emang bisa dibentuk2, tapi kalo coklat kan mesti ada cetakannya….ternyata bener aja, dia nemu cetakan sendal jepit di Jepang, bentuk kerang di Amrik dan lain-lain. Wuuuuuhh makin sirik

Kalo si mami sukanya minta oleh2 baju renang kalo ada yang ke luar negeri, karena rutin renang. Kalo aku apa ya??? Koleksi gantunga kunci dan snowglobe ini sangat tidak berguna deh. Eh berguna ding untuk hiasan, tapi aku pengen koleksi sesuatu yang bisa digunakan dan menunjang hobi….pasti menyenangkan..

Variously shaped cookie cutter at Bangsan Market – Seoul